Cakrawala yang Terisolasi
Cakrawala yang Terisolasi
“Rasa takut
adalah senjata terbaik untuk mengendalikan seseorang” Ucap seseorang laki-laki
berpakain seragam sekolah dengan jas hitam dan celana dasar abu-abu yang ia
gunakan, aku yang sedari tadi duduk melamun melihat secangkir cappuccino yang ku
pesan di cafe langganan ku ini dan tidak menyadari tiba-tiba ada seorang
laki-laki duduk di hadapanku.
“Kam....” dengan sigap akupun langsung bertanya
tetapi terpotong dengan kata-kata yang ia lontarkan.
“Heh! Berlebihan,
baru sadarnya sekarang, padahal dari tadi disini.”
“Sejak kapan!?. Tanpa menanyai siapa laki-laki ini,
dengan terkejutnya aku pun langsung sigap menanyainya.
“Kira-kira 8 menit yang lalu, sebelum aku berbicara
seperti itu.” Dengan sikap biasa saja seakan tidak menyadari kelakuan tidak
sopan seperti apa yang baru saja ia buat.
“Bukankah disini banyak tempat kosong!? Dan kamu
ini, siapa sebenarnya?”
“Aldio. Apa salahnya kita satu sekolah dan satu
angkatan kan? Ke cafe sendirian itu ga seru, mending sama temen. Oh iya, kamu
nggak punya temen ya”
“Terserah.....” Ucapku yang langsung memanggil
pelayan cafe dan menanyai berapa harga cappuccino yang ku pesan. Setelah
selesai memnbayar aku pun segera keluar dari cafe.
“Sampai jumpa, Nebula.”
Aku yang sudah menjalankan kaki ku sampai ke pintu
keluar dan memegang knop pintu itu pun langsung menghentikan langkahku dan
berbalik melihat ke arah tempat duduk yang kududuki tadi, dan melihatnya yang
sedang memainkan handphone nya itu, akupun
bergumam dari mana ia tau namaku, padahal tidak banyak orang yang tau namaku
bahkan teman sekelasku, dan guru-guru ku banyak yang tidak mengenaliku maupun
mengetahui namaku, aku seperti hantu yang seseorang tidak pernah tau dimana
keberadaanku bahkan takut untuk mengenaliku mau aku ada atau tidak ada juga
sama saja. Aku pun langsung melangkahkan kaki ku pulang kerumah.
*
Sesampai dirumah, aku langsung berjalan menuju
kamarku yang berada di lantai dua saat aku ingin menuju lantai dua Ibu pun
langsung mengucapkan selamat datang padaku.
“Selamat datang kembali, Nebula. Bagaimana
sekolahmu? Menyenangkan bukan?.” Ibu pun bertantanya kepadaku yang saat itu Ibu
sedang menyiapkan makan malam untuk kami sekeluarga dengan dibantu oleh kedua
adik kembarku Inaya dan Anaya, sedangkan Ayahku terlihat belum pulang dari
kerja kantoran nya.
Lalu, tanpa mempedulikan pertanyaan ibuku aku kembali
menaiki anak tangga sehingga aku dapat langsung ke kamarku dan menghidupkan
komputerku.
Sesampainya aku didalam kamar akupun langsung
merebahkan tubuhku diatas kasur, hanya untuk memejamkan mata sejenak dan akupun
langsung mengangkat tubuhku kembali dan mulai menghidupkan komputer untuk
menjelajah internet, mengunduh dan menonton film, atau menggambar ilustrasi,
ini adalah wujud asli keseharianku yang sebenarnya di dalam kamar adalah
rumahku yang sesungguhnya, aku mempunyai trauma tersendiri mengapa tidak ingin
berhubungan sosial dengan oranglain, tidak ingin berkomunikasi dengan teman
maupun anggota keluargaku termasuk ketika sedang makan bersama. Aku mengisolasi
diriku sendiri di dalam rumah tidak mau keluar untuk menemui ataupun berbicara
pada siapapun, hal yang selalu kulakukan untuk keluar rumah hanyalah untuk
pergi sekolah, bermain game di Game Station yang jaraknya tidak jauh
dari rumahku dan terkadang sehabis pulang sekolah ataupun ketika sedang bosan
aku pergi ke Green Cafe yaitu cafe langgananku yang dimana cafe itu tersedia
buku-buku seperti komik, novel, dan sebagiannya yang bisa aku baca sambil
memilih-milih makanan atau minuman yang ingin ku pesan di cafe ini pun juga
terdapat ruangan sendiri-sendiri dan juga tersedia komputer, tv serta perangkat
dvd player didalamnya, sama seperti warung
internet tetapi bedanya di cafe ini menggunakan
sistem ruang tertutup. Dan hanya tempat-tempat itu saja yang biasanya ku
lakukan diluar rumah sedangkan sisanya aku mengurung diriku di dalam rumah. Kamarku
juga sudah seperti gudang penuh dengan buku-buku yang menjadi teman ke-duaku.
Dari depan kamar terdengar suara adik ke-duaku
Anaya, yang merupakan adik kembar dari adikku Inaya, yang memanggilku untuk
segera makan malam.
“Kakak, makanan sudah siap, ayo turun.” Sambil
berteriak agar aku bisa mendengarnya.
Setelah aku mendengar langkah kaki adikku turun
akupun langsung membuka pintu kamarku dan menuju ke ruang makan. Selama makan
malam berlangsung yang kulakukan hanyalah diam ya mereka semua membicarakan
segala hal yang telah mereka lewati sepanjang hari ini terkecuali aku yang
hanya dengan enggannya memakan makanan yang bagiku tidak ada rasanya sama
sekali.
“Bula, mau sampai kapan kau seperti ini? Makan
selalu pilih-pilih.” Ibu pun menegurku, tetapi aku hanya menanaggapinya dengan
biasa saja tanpa mempedulikannya.
Setelah makan malam selesai akupun kembali ke kamar
ku dan kembali ke duniaku, tanpa terasa saat itu sudah larut malam akupun mematikan
komputerku dan bersiap tidur ketika sedang memasang selimutku yang baru sampai
di setengah badan tiba-tiba ponsel ku berbunyi menandakan adanya pemberitahuan
masuk. Pemberitahuan itu berasal dari aplikasi LINE, ada satu pesan masuk.
“Ajaib, ponselku
tiba-tiba ada pesan masuk,tapi paling-paling dari offical accounts.”
Aku pun menaruh ponselku di atas meja, dan membiarkannya.
*
“Masih jam 06.00 pagi.” Aku terbangun dalam tidurku.
Dan langsung melihat jam digital yang berada di atas meja sebelah tempat
tidurku.
Akupun bergegas bangun dari tempat tidurku,
sebenarnya tidak masalah jika aku ingin bangun 30 menit lagi, jarak antara
rumah dan sekolahku tidak terlalu jauh apalagi aku adalah hantu sekolah yang
tidak masalah ada maupun tidak ada keberadaanku, tetapi karena ini adalah
sebuah sekolah yang menuntut kedisiplinan waktu dari murid-muridnya jika kelak
ingin menjadi sesorang yang berguna. Walaupun aku seperti ini aku tetaplah
manusia biasa yang mempunyai impian dan harapan yang sama seperti orang-orang inginkan
walaupun aku mempunyai masalah sosial.
“Aku berangkat.” Ini adalah kata-kata sakralku,
untuk berbicara dengan anggota keluargaku hanya perkataan itu saja yang mungkin
mereka selalu dengar dari mulutku.
“Hati-hati di jalan, ibu harap kamu segera mendapatkan
teman. ” Ketika ibu berbicara seperti ini aku hanya diam setengah tersenyum.
“Jangan lupa tersenyum, kau memiliki senyum yang
sangat indah.” Ibupun mengingatkanku untuk selalu tersenyum, tetapi itu adalah
salah satu yang tidak bisa aku lakukan. Tanpa basa-basi akupun melangkahkan
kaki keluar rumah dan pergi kesekolah.
Saat diperjalanan kesekolah, dengan menaikki bus. Aku
baru ingat ada satu pesan masuk yang belum kubaca tadi malam, akupun menggambil
ponselku dari dalam saku jasku dan membukannya. Akupun melihat ada 10 pesan
masuk disertai friend request dari
seseorang. Ternyata pesan tersebut berasal dari Aldio awalnya aku bingung siapa
dia tetapi tiba-tiba aku teringat dia adalah seseorang yang tiba-tiba saja
duduk di depanku saat di cafe kemarin.
“Aldio? Terasa
asing di telingaku mendengar nama itu?”
“Oh, mengapa aku
sampai bisa lupa akan kejadian kemarin, yang seenaknya saja duduk di depanku.”
Bus pun berhenti di depan halte sekolahku, aku pun
turun dari bus dan masuk kedalam lingkungan sekolah.
“Membosankan
kembali lagi ketempat seperti ini, tempat yang penuh dengan intimidasi, dan
dipenuhi dengan orang-orang yang hanya ingin mencari muka.”
Akupun masuk kedalam kelas. Karena aku seorang yang
pendiam tempat duduk ku pun berada di pojok kiri berdekatan dengan jendela. Kelasku
adalah termasuk kelas unggulan, yang bisa berada didalam kelasku hanyalah
orang-orang terpilih dan kelas ini sangat diprioritaskan oleh guru-guru. Selain
itu kelasku juga sangat diincar-incar oleh kelas yang dari biasa-biasa saja
mulai dari laki-lakinya yang keren dan kaya. Sedangkan siswa perempuan yang
tenar di media sosial maupun di dunia nyata, tetapi menurutku kelasku ini tidak
lain hanyalah tempat orang yang menutupi kepribadian aslinya dan menutupinya
dengan kepribadian palsunya, mereka hanya menjaga harga diri didepan guru dan
berusaha mendapatkan nilai tinggi agar mereka tidak mendapatkan berada di kelas
biasa-biasa saja awalnya mereka memang baik dan ramah tetapi makin lama karena
mereka merasa sebagai penguasa sikap mereka pun mulai berubah, mereka sering
mengintimidasi siswa-siswi dari kelas lain. Tetapi bodohnya kelas lain hanya
bersikap biasa-biasa saja dan seolah tidak terjadi apa-apa dan masih saja
mengagumi orang yang sudah mengintimidasi mereka. Ya, aku berada di kelas XII IPA
1, kelas yang sangat didamba-dambakan seseorang. Alasan mengapa aku bisa masuk
dikelas ini mungkin karena keberuntungan, sebenarnya aku sangat jarang
memerhatikan pelajaran aku hanya memikirkan apa yang akan ku lakukan setelah
pulang sekolah, aku memang tidak terlalu pintar tetapi aku unggul dalam
menggunakan logika ku saat menjawab soal, entah mungkin itu dikarenakan aku
terbiasa dengan bermain permainan yang membutuhkan strategi dalam permainannya atau
ini memang kemampuanku sejak lahir.
‘Kringgg......Kringggg...... Jam Pertama
Dimulai.’
Bel masuk pun berbunyi, pelajaran pertama pun
dimulai, guru jam pertama pun memasuki ruang kelasku, dan aku melihat ada
seseorang dibelakangnya yang sedang mengiringinya sampai dikelas, ketika aku
melihat wajahnya, aku baru sadar jika itu adalah Aldio. Seisi kelas pun
terkejut terkecuali aku, akupun bergumam.
“Dialah tidak
lain dan tidak bukan hanyalah seorang siswa baru, yang akan menjadi idola para
gadis terutama kelas ini.”
“Tukang bolos masuk kembali! A-L-D-I-O.” Tiba-tiba salah
satu laki-laki di dalam kelasku. Rafi, menyeletuk dengan tiba-tiba dan seisi
kelas pun tertawa. Aku yang hanya bingung terhadap seisi kelas dan hanya
membulatkan mataku.
“Sejak kapan
mereka mengenal Aldio? Apakah dia pernah berada di kelas ini sebelumnya?.”
“Apakah sejauh
ini ketidakpedulian sosial ku?”
“Baiklah, Aldio didalam kelas ini mempunyai 2 bangku
kosong, pilihlah tempat duduk ternyamanmu yang kau inginkan.” Ibu guru pun
menyuruh Aldio untuk memilih tempat duduknya. 2 bangku kosong itu terdapat
dibelakang tempat duduk ku dan satunya lagi berada di barisan kedua dekat pintu
masuk.
“Dio duduk nya dekat pintu masuk aja deh, biar cepet
pulangnya, eh maksudnya cepet ribut dalam kelas secara langsung gitu. ” Temanku
Rivaldi, pun memberi saran. Aku yang biasanya selalu mengacuhkan apa pun,
tetapi sekarang berubah yang tiba-tiba membuatku ingin tau peristiwa apa yang
sedang terjadi.
“Iya tuh, sekalian bisa liatin cowok ganteng biar
jadi penyemangat belajar kalo lagi males-malesnya belajar. ” Dian, pun
menambahkan. Aldio yang secara terus menerus di bujuk hanya membalasnya dengan
senyuman. Sedangkan aku yang sedari tadi hanya diam membisu dan pura-pura tidak
peduli bagaimana jadinya nanti, hanya berharap agar ia duduk sesuai dengan saran
teman-temannya.
Ia pun diam sejenak sambil melihat-melihat ke arah
tempat duduk yang ia inginkan, aku sedikit melirik kearahnya dan aku mendapati
ia telah melirik kearah ku juga , akupun kembali menghadap kedepan.
“Gadis penyendiri......” Seisi kelas agak sedikit
bingung dengan apa yang Aldio maksud.
“Ya! Aku akan duduk di belakakg gadis penyendiri
itu.” Teman-temanku pun langsung menatap dengan tatapan aneh saat mengetahui
Aldio menginginkan duduk di belakangku.
“Hantu kelas??” Seisi kelaspun langsung seperti
membicarakan keburukan ku secara bisik-bisik.
“Gawat aku tidak
ingin ada kehebohan yang nantinya akan terjadi.”
Akupun mengucapnya dalam hati.
Aldio pun berjalan menghampiri tempat duduknya yang
ia pilih.
“Baiklah, Aldio semoga kau tidak menggulangi
kebolosan mu di sekolah, jangan buat kedua orangtua dan guru mu pusing
dikarenakan absensi mu, guru-gurumu tidak bisa mengolah nilaimu jika kau selalu
absen. Sebentar lagi kelulusanmu manfaatkan waktumu sebaik mungkin.” Ibu guru
mengingatkannya.
“Baik bu!, aku mengerti.” Ia menjawab dengan lantang
dan tegas.
“Baiklah sekarang kita mulai pelajaran pertama.” Ibu
guru pun memulai pelajaran pertamanya.
Aku yang sedang fokus-fokusnya memperhatikan
pelajaran, tibia-tiba telpon ku bergetar. Ada satu pesan masuk, karena aku tau
jika itu pesan berasal dari offical
accounts. Aku menggabaikannya,tetapi ini sangat menjengkelkan teleponku
tetap terus bergetar, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk mengeceknya. Tetapi
tak lain dan tak bukan itu berasal dari Aldio, akupun meliriknya kebelakang dan
yang kulihat bibirnya mengisyaratkan kata agar aku segera membalasnya.
::
Aldio ::
“Hei”
“Hei”
“Gadis penyendiri”
“Bagaimana, kita
seangkatan bukan? Kau sepertinya sangat terkejut ketika mengetahui aku dikenal
dengan orang-orang di dalam kelas ini. Keren kan?”
::
Nebula ::
“Apa maumu?”
::
Aldio ::
“Bisakah kita
berdamai?”
:: Nebula ::
“Sebaiknya kau
hentikan, ini sedang dalam kondisi belajar ”
::
Aldio ::
“Tidak mau.”
“Bukankah kau
selalu memainkan telepon mu dan terkadang membawa komik di dalam kelas,
memainkannya dan membacanya saat jam pelajaran berlangsung? ”
::
Nebula ::
“Bukan urusanmu,kau
sungguh menyeramkan, kau mengetahui diriku. Kapan saja aku bisa melaporkan mu
ke polisi.”
::
Aldio::
“Aku selalu
memerhatikanmu”
-DEG....
Aku tidak tau maksudnya apa, yang ada saat ini aku
hanya takut. Karena aku tidak tau apa yang akan ku balas selanjutnya, akupun
mematikan data internetku agar ia tidak menggangguku selama jam pelajaran.
‘Kringgg......Kringggg...... Jam Pelajaran berakhir,
sampai jumpa kembali.’
Jam pelajaran pun selesai. “Akhirnya aku bisa kembali keduniaku.”
Aku sungguh tidak sabar untuk kembali pulang
kerumah, dan sepuasnya menjelajah internet sampai tengah malam.
“Hei penyendiri.” Aku yang sudah melangkahkan kakiku
keluar pun terhenti.
“Lagi-lagi dia,
mengapa dia tidak pernah berhenti untuk mengusik ku.”
Aku bergumam, dan sungguh aku sangat geram dengan sikap dirinya, akupun
menghampirinya di koridor depan kelas.
“Bisakah kau berhenti memanggilku seperti itu?” Akupun
berbicara lantang terhadapnya.
“Wah, kau tidak menyukainya ya? Kukira kau menyukai
itu dibandingkan panggilan ‘hantu kelas’.” Dengan nada mengejeknya.
“Dia semakin
menjengkelkan” Aku tidak peduli lagi dengan yang
dikatakannya, akupun kembali berjalan keluar dari gedung sekolah ini.
“Nebula. Ayo kita pulang bersama.” Aku langsung
terkejut mendengar perkataannya itu.
“Selalu pulang sendirian itu nggak apa baiknya
coba?, terlebih kau adalah seorang perempuan.”
“Tidak perlu aku menguasai beberapa teknik bela
diri.” Alasanku agar bisa menolak untuk tidak pulang bersamanya.
Tetapi pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang
bersamanya, sepanjang perjalanan aku dan dia selalu diam tanpa ada yang ingin
membuka pembicaraan satupun. Akupun semakin canggung. Tetapi semua itu terlepas
ketika Aldio membuka pembicaraan.
“Selalu sendiri?, darimana asal usulmu memutuskan
untuk membatasi dunia sosialmu?.” Dia langsung menanyakan ke intinya.
“Itu terjadi ketika aku aku berada di bangku SD
kelas 2.” Akupun langsung blak-blakan menceritakannya padanya.
“Apa yang terjadi?.” Dia bahkan tidak menanyai
mengapa aku blak-blakan berbicara seperti ini padanya.
“Saat kenaikan kelas aku masuk kelas 2E yang dimana isinya
adalah anak-anak yang dewasa sebelum waktunya, banyak penindasan, dendam dan
gosip, sehingga membuatku menjadi introvert dan pemalu apalagi penjagaan ketat
orangtuaku yang membuatku menjadi sulit untuk bermain di rumah teman sehingga
aku selalu bermain sendirian dirumah. Teman ku hanyalah setumpuk buku-buku. Saat
aku kelas 5 SD dimana untuk pertama kalinya orangtuaku membelikanku komputer
dan dari sinilah aku memutuskan untuk tidak berkomunikasi kepada siapapun dan
menjaga jarak kepada setiap orang berlaku juga dengan orang terdekatku-” Aldio
pun memotong pembicaraanku
“Heh?! Apakah kedua orangtuamu tidak khawatir?.”
“Awalnya mereka khawatir, tetapi selagi aku masih
bisa mempertahankan prestasiku, itu tidak masalah. Keluarga ku tidak perduli
bagaimana diriku, yang mereka inginkan hanyalah agar aku bisa menjadi orang
yang dapat dibanggakan.” Akupun mengakhiiri ceritaku.
“Sungguh pemikiran yang tidak rasional.”
“Apanya yang tidak rasional?”
“Tidak ada orangtua yang mau anaknya menjadi seperti
dirimu tau! Anak Yang menarik diri dan mengurung diri dari kehidupan sosial.”
“Itulah kenyataan yang terjadi”
“Tidak, justru kau yang membatasi dirimu, kau
membuat tembok disekelilingmu agar tidak ada satupun orang yang memasuki
kehidupanmu. Kau selalu berada di zona aman mu tanpa berani untuk keluar dari
zona aman itu. Orangtua mu tidak tau bagaimana agar bisa menarik dirimu dari
zona aman mu, sehingga mereka memutuskan seperti itu. Sampai pada akhirnya
mereka berharap agar ada seseorang yang dapat mengeluarkanmu dari zona amanmu.”
“Bagaimana bisa kau menyimpulkannya seperti itu?”
Aku semakin geram saat dia menjadi sok tau.
“Bukankah selama ini orangtuamu terutama ibumu
selalu mengingatkan kau untuk selalu tersenyum dan tidak menampakkan wajah cuek
mu itu? ”
“Ya, kenapa?”
“Dia ingin agar ada seseorang yang memperhatikanmu
dan tertarik untuk mencoba mendekatimu. Setelah orang tersebut bisa
mendekatimu, orang itu pasti akan mencoba mengeluarkanmu dari zona aman mu itu.”
“Kau bahkan mengerti hal-hal seperti itu.” Tinggal
beberapa langkah lagi sampai akhirnya menuju rumahku.
“Aku terbiasa memperhatikan tingkah laku seseorang,
bagaimana mulai besok kita mulai sosialisasi mu?.”
“Baiklah, Sepertinya sampai disini dulu, sedikit
lagi sampai dirumahku.” Akupun berlari sambil melambaikan tanganku sambil
menggulurkan senyum, begitu pula dirinya
Aku merasa aneh terhadap diriku sendiri mengapa aku
secara tak sadar melakukan hal seperti itu.
Sesampainya aku dirumah, akupun langsung berlari
menuju kamarku. Bahkan aku tak sengaja hampir menabrak adikku Inaya dan Anaya
yang sedang bermain disekitar ruang tamu.
Setelah memasuki kamar akupun langsung mengingat apa
yang baru saja aku lakukan.
“Sungguh
memalukan.” Berlama-lama berguling diatas temoat
tidur membuatku semakin lama mengantuk, sampai akhirnya aku tertidur. Dan ini
adalah di luar kebiasaanku.
*
Tidak terasa pagi hari pun kembali datang. Saat
bangun tidur aku langsung melihat kearah kalender yang ada di meja belajarku
dan aku melihat hari Ujian Nasional sudah sedikit lagi di depan mata.
“Sampai saat ini
pun tidak ada perubahan dalam diriku.”
Akupun bergegas berangkat kesekolah.
*
Datanglah jam
istirahat, Aldio pun memanggilku namaku dengan suara keras.
“Nebula. Ini saatnya
sesuai apa yang ku janjikan padamu. Sekarang cobalah kau mendekati segerombolan
anak perempuan disana yang sedang memakan bekal mereka.” Aldio pun mendekat ke
kursiku.
“Aku terlalu takut
untuk melakukannya, jika nantinya mereka
menindasku bagaimana?” Dengan rasa tak percaya dirinya diriku.
“Hidup bukan seperti
proses pembuatan film yang sudah direncanakan sebelumnya.”
Akupun mulai mendekati
gerombolan anak perempuan itu, tetapi mereka menatapku dengan tatapan sinis
sehingga aku membalikkan badanku dan kembali ketempat duduk ku. Aldio yang
melihatnya hanya tercengang melihat sikapku.
“Kita akan mencobanya
lagi besok.”
*
HARI
KE-2
“Hei, Nebula bukankah kau menyukai menggambar
ilustrasi? Sesudah ini kau harus unjuk kebolehan mu.” Ia memanggilku dari
belakang, dengan suara berbisik, akupun menghadap kebelakang dan menjawabnya.
“Mereka sudah tau kepandaianku.” Sama seperti Aldio
aku membalasnya dengan suara berbisik. Sambil menolaknya mentah-mentah.
“Mereka memang mengetahui kau pintar membuat
ilustrasi atau semacamnya, tetapi kau juga harus mengajari mereka juga. Karena,
sebagian dari mereka banyak yang mengginkan dirimu untuk membantu mereka dalam
hal melukis ilustrasi. ”
‘Kringgg......Kringggg......Pelajaran ke-6
dimulai.’
Jam pelajaran Seni Budaya pun dimulai, Aldio
mengisyaratkanku agar ketika Ibu Siti memulai untuk melukis, aku harus
mendekati mereka yang mengeluh dengan gambarannya.
“Duh. Membosankan, setiap melihat gambaranku ini
selalu saja rasanya ingin ku robek, saking tidak enak melihatnya.”
Aldio pun mengirimkanku pesan
::
Aldio ::
“Femmy
sepertinya terlihat kesal dengan gambarnnya, mengapa tak coba kau dekati dan
menanyakannya?.”
Akupun memberianikan diriku lagi, dan berharap
semoga mentalku tidak kembali turun.
“Fe...mm...y..., ada yang bisa kubantu dari
gambaranmu?.” Femmy terlihat curiga denganku. Dan lagi-lagi mentalku kembali
turun bahkan aku tidak sanggup melihat wajahnya.
“Wah, kau si hantu kelas ya?, Boleh. Sangat-sangat
boleh. Tapi cobalah bersikap biasa saat berbicara denganku. ” Meskipun awalnya
menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa senang.
“Baiklah.”
Tidak terasa semakin banyak teman-temanku yang
berkumpul di dekatku sambil bertanya dan memujiku, akupun melirik kearah Aldio
dan dia mengacungkan jempolnya sambil tersenyum padaku yang mengisyaratkan
bahwa misi berjalan dengan sangat lancar.
“Namamu Nebula ya? Nama yang bagus”
“Raf, modus mu bisa bener, tapi kok bisa ya kita
udah mau lulus tapi nggak tau nama kamu siapa, kenal aja nggak.” Dian pun angkat bicara.
“Aku malah kaget pas tau tiba-tiba aja ada siswi
yang nggak aku kenal menegurku, dan ingin mengajariku gambar ilustrasi, coba.”
Femmy dengan rasa kagetnya
“Coba dari dulu kamu negur kita pasti banyak tuh
yang bakal jadi temenmu, apalagi pas senyum, ngalahin si Ratu Kecantikan tuh”
Dian menggoda temannya Amanda, yang merupakan perempuan tercantik di
angkatanku.
“Apaan si?” Jawab Amanda.
“Eh, Aldio ikutan ngumpul disini coba.” Ajak Dian.
“Iya,Iya” Jawab Aldio.
“Eh, Senin depan udah mulai UN nih, sayang bener
kita baru sedeket ini pas mau akhir-akhiran, apalagi sama Bulbul” Femmy pun
berbicara dengan rasa sesalnya, yang langsung disetujui oleh teman sekelas
lainnya.
“Entarkan ada reunian, bisa ngumpul lagi tuh” Jawab
Rafi.
“Hei, Aldio kenapa diem aja?, tumben-tumbenan nya
tuh? ” Amanda pun angkat bicara juga.
“Perpisahan itu bukan sebuah akhir, tapi mungkin
awal baru. Pas kita ketemu lagi pasti bakalan banyak yang bakal di ceritain,
yakan Bul?” Aldio pun menghadap padaku, aku hanya mengganguk setuju.
*
“Ibu, Ayah. Aku berangkat. ”
Semenjak kejadian saat itu hubunganku dengan
keluargaku juga semakin membaik, akupun mulai mau berkomunikasi dengan mereka
meskipun awalnya memang agak sedikit canggung, tetapi semakin berjalannya waktu
kami akan menjadi terbiasa.
“Jawablah soalnya dengan teliti, jangan asal selesai
saja.” Pesan dari ibu untukk.
“Ya!” Jawabku sambil tersenyum.
“Kakak, jangan lupa berdoa saat ujiannya.” Adikku Anaya,
tidak lupa mengingatkanku agar berdoa saat ujian.
“Kami akan menunggu mu kak” Kata adikku Inaya.
“Ya. Siap!, tenang saja.”
Akupun berangkat kesekolahku untuk melaksanakan
Ujian Nasional.
Setelah sampai di sekolah, akupun duduk dikursi yang
sudah di tentukan sesuai nomor ujian. Tetapi ada satu orang yang aku tidak
melihatnya duduk dikursinya yaitu Aldio. Akupun menanyakannya kepada Amanda
yang tempat duduknya bersebelahan dengan Aldio.
“Manda, dimana Aldio?” Aku langsung berjalan menuju
tempat duduk Amanda yang saat ini aku melihatnya sedang mengeluarkan
perlengkapan UN-nya.
“Sepertinya aku tidak melihatnya dimana, bahkan dia
tidak ada kabar sama sekali.”
Guru yang mengawasi UN kami pun sudah mulai memasuki
ruang kami, sehingga aku kembali ketempat duduk ku.
Selama UN berlangsung, 3 hari berturut-turut Aldio
tidak masuk sekolah.
“Apa yang ada dipikirannya
si?. Masa dia punya niatan ga lulus UN?. Kan aneh.”
Akupun bergumam sendiri, UN pun sudah berakhir kini saatnya menikmati masa-masa
libur sampai tanggal pengumuman kelulusan.
Akupun kembali pulang kerumah, dan kembali membuka
komputerku yang sudah hampir menjadi sarang laba-laba ini. Kembali ke kebiasaan
lamaku menjelajah internet, mengunduh dan menonton film, atau menggambar
ilustrasi.
*
Hari ini adalah pengumuman kelulusan sekaligus
perpisahan. Aku seperti kembali dengan masalah hubungan sosialku, malas untuk
berbicara meskipun kini kami sudah berkumpul. Mereka bernostalgia dengan
masa-masa SMA mereka, bersedih, tertawa, dan lainnya.
Pak kepala sekolah pun memberikan pidato pembukaan
untuk kelulusan kami dan menyatakan bahwa seluruh angkatanku lulus. Kami pun
sangat bahagia bercampur haru. Aku yang mendengar bahwa kami semua lulus. Aku langsung
berpikir, “Apakah Aldio juga?, tetapi
sejak kapan ia mengikuti UN?”
“Hei Nebula, mengkhawatirkan Aldio ya?” Rafi pun
menegurku, ia mungkin melihat muka bertanya-tanyaku yang membutuhkan jawaban.
“Iya.” Jawabku spontan.
“Tenang Aldio itu punya caranya kok gimana supaya
nilai dia bagus ataupun tetap lulus UN, buktinya selama ini dia sering nggak
masuk tapi prestasi dia nggak turun-turun sampai-sampai dia yang gitu-gitu aja
tetap naik kelas.” Dian pun datang menghampiri, dan memberikan penjelasannya.
“Dia bakal kembali kok, walaupun kita nggak tau apa
yang dia lakuin sampai ga masuk berhari-hari, bahkan sampai hari paling penting
begini, pasti dia punya alasan tersendiri.” Amanda pun ikut menghampiri.
“Lagian dia juga bukan orang yang mau menyia-nyiakan
waktu kok, waktu itu berharga bener buat dia.” Rafi juga ikut menambahkan .
“Kita nggak banyak tau tentang dia, tapi bu guru
wali kelas kita banyak tau tentang dia. Tapi kami tau batasan kok, yang mana
menjadi masalah pribadi dan menjadi hal yang harus kami ketahui.” Femmy yang
sedari tadi berada disampingku juga ikut menambahkan.
“Aku akan menunggu sampai kau kembali, pada
tiba saatnya siap-siap berapa banyak pertanyaan yang akan aku ajukan, Aldio.”
Aku percaya dengan apa yang mereka katakan, walaupun jarak ku dengan mu hanya
seperti garis yang memisahkan bumi dari langit tetapi, mereka akan tetap
terlihat bersama meskipun adanya garis pemisah itu .
-SELESAI-
19/05/2016
Komentar
Posting Komentar